Museum Bahari

Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Selasa, 15 Februari 2011

Bekas gudang rempah-rempah VOC sering dikunjungi wisatawan asing


Museum Bahari menyimpan 126 koleki benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi perahu asli dan 107 buah miniatur, foto-foto dan biota laut lainnya.

Adalah bekas gudang rempah-rempah VOC Belanda, terletak di tepi Teluk Jakarta yang indah. Dahulu kala tempat itu menjadi pusat perniagaan penting. Begitu sibuknya sehingga perlu penjagaan ketat, Kapal-kapal besar dan kecil hilir-mudik mengangkut rempah-rempah, berupa cengkeh, buah pala, lada, kayu manis, kayu putih, tembakau, kopra, daun teh, biji kopi dan lain-lain diangkut ke Eropa dan beberapa negara lain di dunia.

Hasil bumi Nusantara ini menjadi monopoli komoditi penting perusahaan dagang VOC (Vereningde Indische Compagnie) Belanda. Hingga kini gudang tua itu masih bertengger dan terkesan angker. Cocok diubah fungsinya sebagai museum yang menyimpan benda-benda sejarah kelautan.


Bangunan tahun 1652

Bangunan berlantai tiga itu didirikan tahun 1652 oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda di Batavia. Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap Teluk Jakarta. Disebelah kanan tak jauh dari gudang induk dibangun menara. Sekarang dikenal dengan nama Menara Syahbandar dibangun tahun 1839 untuk proses administrasi keluar masuknya kapal sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan dan daratan sekitar.

Secara signifikan gudang tersebut mengalami perubahan. Tahun perubahan itu dapat dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945) gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon. Setelah Indonesia Merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram)

Sejauh ini gudang bersejarah itu tampak lebih utuh setelah direnovasi Pemda DKI Jakarta dan diresmikan menjadi Museum Bahari pada 7 Juli 1977 oleh Ali Sadikin, yang pada waktu itu menjabat Gubernur DKI Jakarta. Di perut Museum Bahari tersimpan benda-benda sejarah berupa kapal dan perahu-perahu asli maupun miniatur. Mengingatkan kepada kita bahwa sejak jaman dahulu kala ‘nenek moyangku orang pelaut’. Ada kebanggaan ‘kebaharian’ dari bangsa pemberani di dalam mengarungi samudra luas dan ganas.


Dari perahu Bugis ke Kapal VOC


Di antara materi sejarah bahari yang dipajang antara lain perahu tradisi asli Lancang Kuning (Riau), Perahu Phinisi Bugis (Sulawesi Selatan), Jukung Karere (Irian) berukuran panjang 11 meter. Miniatur Kapal VOC Batavia, miniatur kapal latih Dewa Ruci, biota laut, foto-foto dan sebagainya. Museum ini selain sebagai pusat informasi budaya kelautan, juga menjadi tempat wisata pendidikan bagi leluhur baru yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai sejarah kebaharian bangsa tempo dulu.

Arsitek kolonial Belanda betul-betul mempersiapkan bangunan berlantai tiga itu secara matang. Agar dapat bertahan lama terhadap gempuran badai laut tropis yang mengandung garam. Tembok sekeliling gudang sangat tebal, tiang-tiag penyangga langit-langitnya pun kokoh. Menggunakan kayu ulin (kayu besi) berukuran besar sehingga tak gampang keropos dari gangguan cuaca mau pun rayap. Tiang-tiang penyangga itu berjajar ditiap lantai ruangan yang luas lagi lebar. Bayangkan, sejak gudang itu dibangun hingga sekarang, tiang penyangganya masih kokoh. Udara ruangan pun tetap terjaga. Dengan demikian rempah-rempah yang tersimpan disitu bisa bertahan lama tak gampang membusuk. Rancangan teknis pengaturan sirkulasi udara menjadikan seluruh ruangan terasa sejuk. Sehingga rempah-rempah itu tetap segar sebelum dikirim keberbagai tempat nan jauh. Pengaturan sirkulasi udara itu diupayakan dengan menempatkan puluhan jendela berukuran besar pada tiap ruangan. Bahkan jendela-jendela lebar itu selalu terbuka siang -malam sepanjang masa.


Wisatawan Bule tundukan kepala

Yang menarik perhatian ialah pada awal diresmikannya Museum Bahari itu banyak mendapat kunjungan wisatawan. Tetapi belakangan ini tampak sepi. Angin laut dibiarkan semilir mengipasi benda-benda koleksi sejarah yang kesepian. Kalaupun ada rombongan yang menjenguk, layaknya lebih banyak dikunjungi wisawan mancanegara katimbang wisatawan lokal. Prosentasinya 65 % wisatawan mancanegara dan 35 % wisatawan lokal. Wisatawan Belanda tercatat menempati urutan teratas dalam jumlah pengunjung. Menyusul wisatawan Eropa lainnya. Jerman, Inggris, Perancis, Australia, Selebihnya bangsa-bangsa dunia lainnya termasuk Asia.

Mengapa kunjungan wisatawan Belanda lebih banyak dibandingkan wisatawan Eropa lainnya ? Ini dapat dipahami karena bangsa Belanda menyimpan hubungan emosional dengan Indonesia. Hampir 3,5 abad lamanya kolonial Belanda menduduki Nusantara. Wajar jika wisatawan Belanda yang berkunjung itu seringkali terkagum-kagum. Dari mulai opa dan oma, hingga anak cucu mereka. Terutama opa dan oma-oma Belanda yang pernah tinggal di Indonesia khususnya di Batavia.

Mereka tak hanya manggut-manggut tapi juga berdecak kagum menyaksikan bekas gudang tua yang dibangun oleh nenek moyang mereka. Bahkan tidak sedikit moyang mereka yang tutup usia dan jasadnya dimakamkan di Batavia. Seperti dapat dilihat pada kuburan Belanda di Ancol, Menteng Pulo, di Museum Wayang Jakarta Kota, Tanah Abang I, dll, menjadi saksi sejarah bahwa bangsa kulit putih yang doyan menyantap roti keju itu cukup lama tinggal di Indonesia.


Melesak 80 Cm

Faktor usia, ditambah terjangan badai tropis dan seringnya pasang air laut, menjadikan Museum Bahari (bekas gudang tua) itu makin melesak dan tenggelam sedalam 80 Cm. “Lihatlah pintu-pintu dilantai bawah. Tampak pendek karena melesak kedalam tanah urugan akibat pasang laut ditiap musim. Dahsyatnya fenomena alam yang mengirim air laut dan menggenangi seluruh areal Museum, menjadikan bekas gudang tua itu kini makin membenamkan sosoknya kedalam bumi. Kalau tidak diurug, air laut pasang akan terus menggenang”.ungkap MA Yanto, mantan Wakil Kepala Museum Bahari.

Akibat urugan tanah itulah menjadikan plafon ruang pamer di lantai bawah tampak menjadi lebih pendek mendekati lantai. Tetapi yang memprihatinkan ialah pintu masuk ruang pamer yang makin rendah itu memaksa wisatawan Eropa yang tubuhnya jangkung harus menundukan kepala saat melewati pintu masuk. Tetapi kata MA Yanto, wistawan bule itu tidak mengeluh bahkan tertawa gembira.


Pusat wisata bahari

Mimpi Pemda DKI Jakarta sejak Gubernur Sutiyoso berkuasa hingga turun panggung, gagal mengusung seputar Museum Bahari menjadi pusat wisata laut terbesar dan mewah. “Saya tidak tahu persis kenapa rencana akbar menata, meningkatkan derajat Museum Bahari dan seputar Pasar Ikan menjadi tempat wisata indah, nyaman dan menyandang fungsi ekonomi harus dibatalkan”, ungkap MA Yanto, yang waktu itu menjabat Wakil Kepala Museum Bahari, kepada wartawan.

Lebih jauh MA Yanto mengatakan, rencana tersebut sebetulnya menjadi prioritas utama bagi pengembangan wisata bahari di Teluk Jakarta. Bahkan katanya untuk menggolkan mimpi Pemda DKI Jakarta itu katanya sudah berulangkali dibicarakan dalam berbagai pertemuan para pejabat Pemda DKI Tetapi mungkin karena tidak tersedianya anggaran yang memadai dan tidak adanya investor, tidak dapat diwujudkan. Padahal Pemda DKI Jakarta waktu itu sedang giat-giatnya melaksanakan sejumlah proyek besar lainnya yang lebih bermanfaat

Bila mimpi Pemda DKI Jakarta terealisir, maka diseputar Museum Bahari akan lebih hidup. Rencananya dulu disekitar situ akan dibersihkan kemudian dirombak total. Termasuk pasar dan bangunan keong yang tampak kumuh. Sepanjang daratan di depan Museum Bahari akan digali sehingga menyatu dengan pantai laut Sunda Kelapa. Disitu wisatawan dapat menikmati perahu layar dan menghirup udara malam yang segar. Selain itu bisa menikmati hidangan khas seafood di restoran apung yang letaknya tak jauh dari Museum Bahari. (Tjok Hendro)***

(tamanismailmarzuki.com)

Museum Bahari Berbenah Diri

SP/Sotyati

Koleksi perahu tradisional Papua yang dibuat dari kayu utuh di Museum Bahari.


Suara Pembaruan, Minggu, 12-7-2009
- Layaknya peristiwa ulang tahun, perayaan ulang tahun ke-32 Museum Bahari pada Selasa (7/7), juga ditandai dengan acara tiup lilin. Acara itu terasa istimewa karena tiup lilin itu dilakukan bersama Deputi Gubernur Bidang Kebudayaan dan Pariwisata DKI Jakarta Aurora Tambunan, Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Tinia Budiati, Kepala UPT Museum Bahari Indonesia Gatut Dwihastoro, dan tujuh kepala museum sebelum masa kepemimpinan Gatut.

Perayaan ulang tahun itu juga ditandai dengan pemberian penghargaan kepada Gubernur ke-7 DKI Jakarta Ali Sadikin (meninggal 20 Mei 2008, Red), seminar kebaharian, lomba mengenal museum, dan pameran. Kegembiraan semakin terasa bagi staf Museum Bahari, karena gerainya keluar sebagai juara pertama dalam Batavia Art Festival 2009.

Tinia Budiati dalam sambutannya mengajak hadirin untuk lebih peduli museum. Hal itu selaras dengan program Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang mencanangkan tema wisata bahari untuk Tahun Kunjungan Wisata 2009. Museum Bahari, kata Tinia, menjadi bukti bahwa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kebaharian.

"Jangan lihat bangunan ini sebagai onggokan bangunan, tetapi jadikan tempat ini sebagai tempat belajar. Berkaitan dengan peringatan ulang tahun ini, seyogianya semangat kebaharian kita lestarikan," katanya.

Museum Bahari, sesuai fungsinya, menjadi tempat memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kehidupan nelayan dari Sabang sampai Merauke. Lebih dari itu, museum juga seharusnya menjadi tempat rekreasi dan tempat menggali ilmu.

Gatut, dalam perbincangan terpisah, mengaku, bertekad menjawab tantangan yang disebut terakhir itu. Memang bukan perkara gampang, karena selama ini pemerintah masih melihat sebelah mata. Ia mencontohkan, Menara Syahbandar yang sudah dalam kondisi miring.

"Pengajuan anggaran konservasi dan renovasi yang diajukan, selalu mentok di tangan Dewan (DPRD, Red)," tuturnya.

Gatut menyimpan mimpi mengembangkan museum yang dipimpinnya menjadi seperti Museum Maritim di Malaka, Malaysia.

"Apalagi mereka dulu juga belajar dari sini," ia menambahkan.

Walau terkendali biaya, Gatut tidak pantang menyerah. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang menjadi prioritas kepeduliannya adalah keniscayaan. Paling penting, menurutnya, adalah mengubah pola pikir. Siapa pun yang bekerja di lingkungan museum, seharusnya terlebih dulu mencintai pekerjaannya. Tanpa perasaan seperti itu, akan sulit mengharapkan museum secara umum bisa maju.

"Yang penting survive dulu, melalui pembenahan dan penataan. Berikutnya, mengembangkan potensi museum untuk masyarakat, bukan sekadar melalui tampilan dan dokumentasi, namun juga membuka diri, misalnya tempat ini menjadikan wadah bagi komunitas pencinta bahari untuk belajar," Gatut menjelaskan.

Salah satu yang mulai dilakukan adalah menggandeng banyak kalangan untuk menjadi mitra museum, "Apa pun istilahnya, mitra atau sahabat, yang tentunya bukan sekadar menjadikan museum objek, tetapi benar-benar rekanan, ada timbal baliknya."


Gudang VOC


Museum Bahari Indonesia terletak di Jalan Pasar Ikan 1, di kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa, di ujung utara Kota Jakarta. Gedung itu dibangun sebagai gudang penyimpanan rempah-rempah dan hasil bumi oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC), secara bertahap sejak 1652 hingga 1759.

Pada 1976, kompleks bangunan yang terdiri atas dua bagian, sisi barat yang disebut Gudang Barat (Westzijdsch Pakhueizen) dan Gudang Timur (Oosjzijdsch Pakhuizen) itu, diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kompleks itu diresmikan sebagai Museum Bahari pada 7 Juli 1977.

Di museum itu dipamerkan berbagai benda peninggalan VOC, foto-foto, lukisan, alat navigasi, serta benda lainnya, yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia. Di sela-sela itu, bisa disimak model atau replika perahu mayang, perahu lancang kuning, perahu pinisi, dan kapal modern.

Pada Bangunan C, yang terletak di belakang, bisa ditemui berbagai model perahu tradisional dalam ukuran asli. Paling menarik adalah perahu Papua, yang dibuat dari kayu utuh.

Di tempat itu juga disimpan Cadik Nusantara, perahu bercadik yang dipakai Pemuda Pelopor Effendy Soleman berlayar seorang diri menempuh jarak Jakarta - Brunei Darussalam pergi-pulang. Museum Bahari menggambarkan tradisi melaut nenek moyang bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Indonesia dari dulu hingga kini.

Bangunan antik gedung-gedungnya kini acap dipakai sebagai lokasi pemotretan prewedding dan lokasi pengambilan gambar bagi videoklip. Gatut juga berencana untuk memaksimalkan penggunaan Bangunan B untuk keperluan pertemuan-pertemuan.

Gatut menyambut gembira rencana penataan ruang di kawasan Sunda Kelapa dalam waktu dekat. Penataan tata ruang akan memudahkan akses bagi pengunjung. [SP/Sotyati]

Kamis, 18 Februari 2010

Sejarah Singkat Museum Bahari


Gedung Museum Bahari semula adalah gudang penyimpanan rempah-rempah. VOC membangun gedung ini secara bertahap sejak 1652 hingga 1759. Pada 1976 kompleks gedung ini diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.

Museum Bahari bertugas melestarikan, memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kehidupan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia. Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah.

Secara tematik, tata pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:

1. Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia
Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan kenelayanan.

2. Ruang Teknologi Menangkap Ikan
Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring.

3. Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional
Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan sentra pembuatan kapal.

4. Ruang Biota Laut
Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan laut, dan dugong.

5. Ruang Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia)
Koleksi yang dipamerkan: artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.

6. Ruang Navigasi
Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat bantu navigasi.

7. Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa
Koleksi yang dipamerkan: foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama dari Eropa ke Asia.

Jam Buka dan Karcis Masuk


Alamat

Jalan Pasar Ikan No. 1
Jakarta Utara
Telepon 021-669-3406 dan 021-669-2476


Jam Buka
Selasa - Minggu09.00 - 15.00
Senin & Hari libur nasionalTutup


Karcis masuk

Perorangan:
Dewasa
Rp 2.000
Pelajar/MahasiswaRp 1.000
Anak-anakRp 1.000


Rombongan (minimal 20 orang):
Dewasa
Rp 1.500
Pelajar/MahasiswaRp 750
Anak-anakRp 500


Tarif pemandu untuk Bahasa Indonesia Rp 25.000
Tarif pemandu untuk Bahasa Belanda atau Bahasa Inggris Rp 50.000

Rabu, 06 Januari 2010

Layanan Masyarakat


Ada kemungkinan Museum Bahari dikunjungi oleh tamu dalam kelompok besar. Auditoriumnya dengan berbagai fungsi dapat menampung khalayak sekitar 150 tamu. Karena itu pihak museum menawarkan beberapa layanan tambahan berikut ini kepada Anda sebagai individu atau perusahaan.


Acara perkawinan di lokasi yang unik

Salah satu layanan tambahan yang disediakan oleh pihak museum adalah orang dapat mengadakan acara khusus perkawinan. Auditorium museum nyaman untuk menjamu keluarga/kerabat dan teman, sekaligus untuk mengadakan upacara resmi. Ruangannya mudah diubah sesudahnya. Dengan demikian cocok untuk pesta perkawinan besar.


Bagaimana dengan foto pra-perkawinan?

Karakter sejarah museum ini memungkinkan tersedianya ‘setting’ yang indah untuk foto pra-perkawinan Anda di dalam dan di sekitar bangunan. Apakah Anda lebih suka mendapatkan foto artistik atau romantis: fotografer Anda benar-benar memperoleh kesempatan untuk membuat gambar yang berkualitas untuk Anda di Museum Bahari.


Ruang Konferensi atau rapat/ pertemuan bisnis

Mungkin Anda berencana mengadakan rapat pemegang saham di lokasi yang berbeda dari yang biasanya? Atau barangkali Anda punya rencana presentasi penting, tapi belum menemukan lokasi yang sesuai untuk menerima khalayak Anda? Pihak Museum Bahari yakin dapat membantu.

Untuk penayangan film atau presentasi, kami menyediakan layar lengkap dengan ‘beamer’. Anda juga boleh menggunakan ‘P.A. system’ yang standar tanpa dipungut biaya.

Kalau rapat/pertemuan yang Anda selenggarakan berlangsung sehari penuh, maka Anda dapat menghubungi kami untuk layanan makan siang. Harap beri tahu kami sebelumnya.


Pengambilan film profesional di museum

Selain penggunaan auditorium, Anda juga dapat membuat rekaman film profesional dari museum atau koleksi kami. Pada dasarnya, jika mau berkonsultasi dengan kami, maka (hampir) segala sesuatunya dapat diwujudkan.

Tentu ada prosedurnya:
Sesudah kami menerima permohonan Anda, staf kami akan menghubungi Anda untuk menentukan janji bertemu guna membahas kelayakannya dan agar Anda dapat melakukan kunjungan pertama di lokasi. Ketika mengisi formulir permohonan, harap ingat: semakin banyak informasi yang Anda ajukan, semakin baik kami dapat mengevaluasi permohonan Anda.

Setelah pembicaraan kita dan kunjungan Anda ke lokasi, kami akan menjabarkan hasilnya menjadi perencanaan dan perjanjian film. Apabila semua bagian teknis dan administratifnya rampung, maka staf kami siap membantu untuk proses pengambilan film yang tidak rumit dalam satu hari.

Kalau Anda perlu informasi, bahkan selama prosedurnya berjalan, jangan ragu untuk menghubungi kami, baik lewat telepon maupun email.

Akses dan Fasilitas


Museum Bahari memiliki beberapa akses dan fasilitas sebagai berikut:

Fasilitas ParkirTerdapat fasilitas parkir untuk 10 mobil hanya di halaman Menara Pengawas yang terletak sekitar 50 meter dari Museum Bahari. Di depan Museum Bahari terdapat tempat parkir untuk 2 bis besar.
Anjing PenuntunAnjing penuntun diperbolehkan masuk ke dalam area museum.
Kursi RodaKarena tidak ada elevator untuk kursi roda, silakan menghubungi kami di + 62 (0)21 6693406 jika Anda akan berkunjung ke museum.
Pembatasan BawaanAnda diminta untuk meninggalkan tas tangan seperti ransel, payung, dan tas tangan yang lebih besar dari 30 x 35 cm di tempat penitipan selama kunjungan. Museum berhak mengubah persyaratan-persyaratan ini tanpa pemberitahuan lebih dahulu.
Pengambilan Gambar Mengambil foto dengan lampu blitz dan perekaman video diperbolehkan untuk keperluan pribadi saja. Tumpuan tripod tidak diizinkan. Untuk perekaman profesional silakan hubungi kami.
Kamar KecilTerdapat kamar kecil di museum yang sesuai kebiasaan orang Indonesia, dilengkapi dengan pancuran tangan.
InformasiJika ada pertanyaan lebih lanjut tentang akses dan fasilitas dari Museum Bahari, silahkan menghubungi: + 62 ( 0)21 6693406 atau kirim email ke: museum-bahari.blogspot.com


Selasa, 05 Januari 2010

Cara Mencapai Museum Bahari


Museum Bahari dapat dicapai dengan kendaraan pribadi, taksi atau sarana transportasi umum. Museum ini terletak di Jalan Pasar Ikan Nomor 1. Lihat peta lokasi di bawah ini:






Mobil pribadi atau taksi

Dengan menempuh “Jalan Tol Pelabuhan” dan melalui pusat kota lama ‘Kota’, Anda dapat mencapai museum dengan mobil atau taksi. Kami menganjurkan Anda untuk menggunakan rute melalui jalan tol. Ini dimaksudkan untuk menghindari kemacetan lalu-lintas di daerah Kota.

“Jalan Tol Pelabuhan” dari arah SLIPI atau bandara Soekarno-Hatta:
Keluarlah di Sunda Kelapa.
Belok kiri di Jalan Gedung Panjang dan telusuri jalan ini sekitar 150 meter.
Putar balik.
Sesudah menempuh jarak 80 meter di Jalan Gedung Panjang, belok kiri di Jalan Pakin.
Setelah menempuh jarak 200–250 meter di Jalan Pakin (kanal berada di sebelah kanan Anda), Anda akan melihat Menara Tua Kantor Syahbandar.

“Jalan Tol Pelabuhan” dari arah Ancol atau Pelabuhan Tanjung Priok:
Keluarlah di Sunda Kelapa.
Belok kanan, di bawah jalan tol di Jalan Gedung Panjang.
Putar balik sesudah menempuh jarak sekitar 200 meter.
Setelah menempuh jarak 80 meter di Jalan Gedung Panjang, belok kiri di Jalan Pakin.
Sesudah menempuh jarak 200–250 meter di Jalan Pakin (kanal berada di sebelah kanan Anda), Anda akan melihat Menara Tua Kantor Syahbandar.

Dari arah pusat kota ‘Kota’ atau Monas:
Terus ke Jalan Gajah Mada dan telusuri jalan ini.
Anda akan melewati pusat perbelanjaan Mangga Besar di sebelah kanan Anda. Tetap tempuh jalan ini ke arah Stasiun Kota.
Setelah sampai di Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia (dua gedung besar bersejarah) di sebelah kiri Anda, belok kiri dan seberangi jembatan di atas Kali Besar.
Langsung sesudah melewati jembatan ini belok kanan di Jalan Kali Besar Barat dan telusuri jalan ini.
Di persimpangan Kali Besar Timur 3, belok kanan dan langsung ke kiri di Jalan Cengkeh dan telusuri jalan ini di bawah jalan raya utama (Jalan Tol Pelabuhan).
Ketika Anda menelusuri jalan ini (perhatikan kondisi buruk jalan ini) Anda akan melihat Menara Tua Kantor Syahbandar di sebelah kanan Anda.

Karena kondisi jalan ini dan karena kemacetan lalu-lintas di daerah Kota, maka kami tidak merekomendasikan rute ini.


Sarana transportasi umum

Transjakarta

Dengan menggunakan sarana transportasi umum, Museum Bahari dapat dicapai dengan beberapa cara. Apabila Anda naik bus Transjakarta, keluarlah di Stasiun Kota. Dari Stasiun Kota ada beberapa pilihan: Mikrolet atau ‘minibus’ Kopami, bajaj atau ojek, sepeda ontel atau jalan kaki. Awas copet yang sering beraksi di sekitar Stasiun Kota. Jaga barang bawaan Anda.


Mikrolet atau ‘minibus’ Kopami

Di luar Stasiun Kota naik Mikrolet (berwarna biru muda) trayek nomor 15 atau ‘bus mini’ Kopami (berwarna biru tua) trayek nomor 2. Kedua sarana transportasi ini menempuh rute yang sama ke museum. Ketika Anda naik sarana angkutan ini (mikrolet) katakan pada sopir bahwa Anda mau pergi ke “Jalan Pasar Ikan”. Ongkosnya sekitar Rp 2.500,- per orang (wisatawan dan orang Indonesia). Mungkin ongkosnya masih dapat ditawar, tapi biasanya kira-kira sebesar itu. Kalau lalu-lintas macet, masa tempuhnya sekitar 10–15 menit; kalau lancar, sekitar 5–10 menit.

Kalau dengan Mikrolet: Selama perjalanan Anda akan melewati gedung bersejarah seperti Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia di sebelah kiri Anda, dan jembatan di atas Kali Besar yang akan Anda seberangi dan membelok ke kanan. Melalui Jalan Cengkeh Anda akan menyeberangi “Jalan Tol Pelabuhan”. Sesudah kendaraan menelusuri “Jalan Tol Pelabuhan” perjalanan berlanjut sekitar 100–150 meter hingga Anda tiba di pertigaan di mana kendaraan Anda perlu keluar.

Di pertigaan ini Anda melihat Menara Tua Kantor Syahbandar. Di sini Mikrolet akan berbelok ke kanan dan meneruskan perjalanan melalui Jalan Krapu dan Jalan Lodan ke Ancol; Kopami akan belok kiri dan meneruskan perjalanan melalui Jalan Pakin ke arah Pluit.


Sepeda ontel

Ongkos membonceng sepeda “klasik peninggalan Belanda” sekitar Rp 5.000,- per orang. Ongkosnya mungkin masih bisa ditawar, tapi biasanya sebesar itu.

Kita dibonceng mulai dari Stasiun Kota selama 5 hingga 10 menit yang tergantung pada kemacetan lalu-lintas. Bila menggunakan pilihan ini Anda harus berhati-hati: pengendara sepeda ini bukanlah pemain terkuat di bidang jenis angkutan ini. Pada khususnya pengendara sepeda motor punya reputasi (yang meragukan) di Jakarta.


Jalan kaki

Jalan kaki mulai dari Taman Fatahillah (di Museum Sejarah Jakarta) atau Stasiun Kota tentunya gratis, kecuali bahwa Anda kehilangan 15 menit waktu yang berharga.

Anda melewati dua gedung bersejarah Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia. Setelah sampai di Museum Bank Indonesia, belok kiri dan seberangi jembatan di atas Kali Besar. Sesudah ini belok kanan dan telusuri Jalan Kali Besar Barat dekat kali ini. Di persimpangan Jalan Kali Besar Timur 3 teruskan langkah ke Kali Besar Barat hingga ke bawah Jalan Tol Pelabuhan. Teruskan langkah sepanjang kali atau melalui jalan di dekatnya yakni Jalan Kakap. Di Jalan Kakap Anda akan melihat bangunan Galangan VOC, yang dulunya merupakan galangan perahu layar VOC. Di hadapan kanal Anda akan melihat Menara Tua Kantor Syahbandar.

Kontak